Masih Berceloteh: Debu Tertiup Angin

Mungkin aku tak bisa mengkhayalkan masa depanku tuk sebuah kenyataan. Mungkin aku pun tak bisa merangkum perjalananku dulu tuk sebuah khayalan masa depan. Tapi aku tak bisa terus begini. Aku harus bangkit. Dari segala sesuatu yang terus menekanku. Menghimpitku. Menjepitku. Membuatku terlempar bagai debu yang tertiup angin di lembah tandus. Gersang. Penuh kebimbangan. Hanya berteman duri-duri kaktus yang terus menusuk masuk ke dasar hati, dan aku mulai terkulai. Letih.

Aku tak sanggup lagi jika hal itu memang terjadi. Hanya keyakinan dalam otak ini yang harus ku pegang erat. Ku genggam biar 'gak' tertiup lagi. Aku akan lebih bangkit lagi. Bersama lentera kecil yang mengiringi hidupku hingga kini. Ku mencoba menulis, apa yang mesti ku tulis. Entah untuk siapa ku menulis? Aku tak peduli! Aku benci!

Benci pada semua omongan-omongan yang membuat kepala hampir pecah. Kadang, aku cuma bisa diam. Mendengar apa yang terjadi. Kadang sekali ku berbicara, tapi sekali itu pula ku terbungkam. Aku sadar. Aku hanya diibaratkan sebuah kamera pengawas, yang hanya bisa merekam dan tak bisa mencegah, berkomentar, atau melakukan sesuatu.


Aku hanya diam. Diam seribu bahasa. Entah sampai kapan?


----- Desah Kian Dera -----

0 Comments:

Posting Komentar